Senin, 12 September 2016

GUDANG SENG (GUDANG PENGEPAKAN TEMBAKAU)



Gudang Seng, begitu orang umum menyebut, berada di Jalan Gajah Mada dalam deretan komplek kantor dan gudang yang dimiliki oleh PTPN XII. Disebut sebagai Gudang Seng karena total atap dari komplek gudang tersebut terbuat dari rangkaian seng. Gudang Seng ini semula merupakan afpakschuur atau gudang pengepakan tembakau yang digunakan perusahaan perkebunan Landbouw Maatschapij Oud Djember sekitar tahun 1897 bersamaan dengan pembangunan jalur rel kereta api Probolinggo – Klakah – Jember – Panarukan.
Foto lama tentang Gudang Seng merupakan bagian dari galeri foto yang terdapat dalam buku Landbouw Maatschapij Oud Djember 1859 – 1909. Sedangkan perbandingannya adalah dua foto dari Gudang Seng yang difoto oleh penulis artikel ini pada hari Minggu tanggal 11 September 2016 saat penulis melintas melalui jalan menuju pulang ke Kencong.
Keberadaan Gudang Seng ini sesungguhnya merupakan “monument” yang menceritakan tentang kejayaan tembakau tatkala diusahakan oleh perusahaan perkebunan Landbouw Maatschapij Oud Djember (LMOD) yang menyandang nama Oud Djember (Jember Lama). Penanaman tembakau tahunan yang dilakukan Oud Djember (begitu dunia menyebut perusahaan perkebunan LMOD) memiliki satu hamparan 8000 sampai 9000 bau (sekitar 6000 HA).
Pekerja dari Oud Djember meliputi pekebun (planter) dan jajaran administrasi perusahaan yang dipimpin oleh hoofadministratie alias kepala administrasi. Jumlah pekebun yang dimiliki Oud Djember sampai tahun 35.000 pekebun. Perusahaan Oud Djember dipimpin satu hoofdadministratie (kepala administrasi), yang dibagi menjadi lima administrasi tembakau dan tiga administrasi kopi.
Dampak dari keberadaan perusahaan perkebunan, seperti Oud Djember ini, menumbuh kembangkan para tukang, pembakaran genteng, pembakaran batu kapur, dan dusun baru sekitarnya di daerah terpencil (desa). Peningkatan penghasilan para penduduk berasal dari pembuatan kerajinan welit (bahan atap), atau dengan penebangan dan pengangkutan kayu bakar, dan bahan bangunan.  Serta, di luar musim panen ditemukan pekerjaan konstruksi dan pemeliharaan tempat pengeringan. Hampir di seluruh Jawa di temukan hewan ternak, yang tidak hanya diperlukan untuk kerja lapangan, tetapi juga berperan besar dan penting bagi transportasi.


Penulis: Y. Setiyo Hadi

Jember, 12 September 2016

Minggu, 11 September 2016

TEMUAN GERABAH BERSEJARAH DI JEMBER





Temuan Gerabah Di Jember
Kabupaten Jember memiliki penyebaran temuan gerabah bersejarah yang merata di seluruh wilayah kabupaten ini. Umumnya temuan gerabah bersejarah di Jember berasal dari masa Klasik atau Kerajaan Majapahit – Blambangan. Misalnya: kumpulan gerabah yang ditemukan di Panggulmelati Desa Mayangan Gumukmas, Jember Selatan.
Jember bagian selatan, dalam serat Pararaton maupun Negarakretagama / Desawanana yang berasal dari masa Majapahit telah tercatat sebagai wilayah yang pernah terjadi perang (Perang Sadeng) serta menjadi jalur perjalanan kunjungan resmi dari Raja Hayam Wuruk. Terdapat titik temu antara keterangan dari kitab kuno bersejarah dengan temuan-temuan arkeologis untuk menjelaskan adanya kehidupan di wilayah Kabupaten Jember jauh sebelum datangnya kolonialisme Belanda di wilayah ini.
Temuan gerabah bersejarah di Jember bagian Selatan ditemukan bersama dengan dengan situs-situs primer (yaitu situs-situs yang baru ketahuan keberadaannya setelah digali). Misalnya di desa Mayangan Kecamatan Gumumukmas yang terkait dengan keberadaan Candi Deres (Tjandi Retjo) yang berada di Desa Purwoasri Kecamatan Gumukmas.

Sekilas Sejarah Dan Potensi Gerabah
Nama Gerabah digunakan untuk benda atau barang pecah belah yang bahan bakunya dari tanah liat yang dibuat melalui proses pembakaran. Istilah gerabah ini dibedakan dengan tembikar, serta istilah gerabah untuk menunjukkan keramik lokal sehingga memberdakan dengan istilah keramik asing.
Gerabah merupakan produk / hasil kebudayaan yang universal. Gerabah sudah dikenal pada masa neolithikum ( sekitar 10.000 tahun Sebelum Masehi) di daratan Eropa serta pada akhir Paleotikum (sekitar 25.000 tahun Sebelum Masehi) di wilayah Timur dekat. Gerabah ditemukan di mana-mana.
Penemuan gerabah setelah terjadinya “revolusi api” (ditemukan penggunaan api dalam membantu kehidupan manusia), karena pembuatan gerabah membutuhkan api sebagai pembakar campuran tanah liat dan air. Keberadaan tanah, air, api serta udara dalam pembuatan gerabah ada di mana-mana di seluruh belahan dunia.
Sudut pandang melihat gerabah sebagai produk kebudayaan bisa digunakan untuk menggambarkan berbagai aspek dari kehidupan manusia. Ditemukan berbagai gerabah dalam bidang arkeologis dan sejarah bermanfaat sebagai panduan yang menunjukkan berbagai dinamika dan karakter kebudayaan yang beraneka ragam, serta bisa digunakan sebagai alat penghubung antar kebudayaan.
Temuan berbagai produk gerabah di situs Kendeng Lembu (timur Jember) yang lakukan Heekeren tahun 1941 dan Soejono tahun 1969 memperlihatkan adanya kehidupan manusia yang senantiasa terikat antara hubungan sosial-ekonomi dengan kegiatan ritual.

Penulis : Y. Setiyo Hadi
Jember, 11 September 2016

PEGUNUNGAN HYANG




Pegunungan Hyang bagaikan tembok pembatas yang memisahkan bagian utara dengan bagian selatan dari Pulau Jawa bagian Pojok Timur (Java’s Oosthoek) yang berjajar dari barat ke timur Pegunungan Hyang ini terletak di antara dua gunung besar di Pulau Jawa , di sisi barat terdapat Gunung Semeru dan di sisi timur terdapat Gunung Raung. Di dalam bagian Pegunungan Hyang di bagian barat terdapat komplek gunung yang dikenal selanjutnya menjadikan Pegunungan Hyang dikenal sebagai komplek Gunung Hyang – Argopuro.
Komplek Gunung Hyang Argopuro ini merupakan bagian dari rangkaian gunung berapi. Dalam rangkaian komplek Gunung Hyang Argopuro yang berada di sisi timur Gunung Lemongan (bagian dari Kabupaten Lumajang), terdapat beberapa puncak gunung di antaranya Puncak Rengganis, sedangkan Argopuro merupakan puncak tertinggi yang terdapat sebuah tugu triangulasi (tugu ketinggian).
Pegunungan Hyang ini menjadi pembatas antara beberapa kabupaten, yaitu: Jember, Bondowoso, Situbondo, Probolinggo, serta Lumajang. Di dalam terdapat berbagai potensi mineralogi, natural, tanaman, hewan, serta potensi alam yang berpotensi sebagai pengembangan ekonomi dan pariwisata.
Wilayah Pegunungan Hyang merupakan lahan perkebunan yang telah dieksplorasi hasil kebun sejak berdirinya Landbouw Maatschapij Oud Djember (LMOD) yang didirikan oleh George Birnie dan kawan-kawan pada tahun 1859. Lahan Di Pegunungan Hyang berpotensi besar untuk berbagai tanaman produksi.
Landschape dari Pegunungan Pegunungan Hyang menjadi corak khas dari keberadaan wilayah Kabupaten Jember. Interaksi alam Pegunungan Hyang dengan pola kehidupan manusia membentuk budaya yang khas dari wilayah Pegunungan Hyang yang didominasi manusia yang menggantungkan kehidupannya dari keberadaan perkebunan.
Pada masa Kolonial Hindia Belanda, terdapat nama Ledeboer yang memiliki konsesi tanah seluas sepuluh ribu hektar di puncak Pegunungan Hyang. Lahan konsensi ini berada di lereng Gunung Argopuro. Di areal pegunungan Hyang yang menjadi lahan konsesinya, Ladeboer membangun lapangan terbang pribadi.
Interaksi alam dan budaya manusia di areal Pegunungan Hyang memunculkan berabagai tradisi lesan. Salah satu cerita yang menjadi tradisi lesan terkait deengan Pegunungan Hyang adalah Legenda Putri Rengganis yang menjadi penguasa di lereng Gunung Argopura yang berkembang di wilayah-wilayah yang menjadi bagian Pegunungan Hyang.

Penulis : Y. Setiyo Hadi
Jember, 11 September 2016

STORY LINE BOEMI POEGER (LANDSCHAP EN REGENTSCHAP POEGER) : Wilayah Sejarah Kabupaten Bondowoso dan Kabupaten Jember Propinsi Jawa Timur – Indonesia

  Story Line BOEMI POEGER (LANDSCHAP EN REGENTSCHAP POEGER) : Wilayah Sejarah Kabupaten Bondowoso dan Kabupaten Jember Propinsi Jawa Timur –...