Senin, 03 Oktober 2016

UPACARA MINUM KOPI ALA ETHIOPHIA (THE COFFEE DRINKING CEREMONY)


Oleh
Y. Setiyo Hadi


Perjalanan sejarah biji-biji tanaman kopi memperlihatkan  terkait baik antara respon manusia (budaya / culture) dengan kondisi alam sehingga terwujudnya landscape (bentang alam) yang dipengaruhi oleh cipta karya rasa manusia, ataupun sebaliknya.
Upacara Minum Kopi (The Coffee Drinking Ceremony) yang dilakukan para wanita di Abysiana / Ethiophia[1]. Upacara Minum Kopi ala Abysinia / Ethiopia dilakukan dengan menyebar rumput di lantai sebagai tempat pelaksanaan upacara minum kopi.
Upacara Minum Kopi tersebut dilakukan secara tradisional yang berlangsung di lantai rumah. Lantai disebar rumput wangi, juga tidak jarang juga menyebarkan bunga di atas rumput untuk menarik perhatian.
Orang yang ikut upacara minum kopi mengambil tempat duduk di sekitar hamparan rumput dan mengelilingi perlengkapan upacara. Wanita penyeduh kopi duduk di tengah dengan duduk di bangku serta mengenakan gaun berwarna putih ala Ethiopia dengan aneka warna, anyaman, serta dekoratif.
Peralatan upacara minum kopi ala Ethiophia  antara lain teko yang terbuat dari tanah liat hitam, yang dikenal dengan nama Jebena. Jebena berbentuk bulat di bagian bawah yang berbentuk seperti kendi yang terdapat di Jawa. Cangkir cina disusun berbaris bersama dengan tempat gula di atas nampan yang diletakan pada meja kecil. Anglo tanah liat sebagai tempat arang. Kopi disangrai, yang selanjut diseduh. Juga ada tempat membakar dupa untuk mewangikan ruangan.
Wanita penyeduh memimpin upacara menyangrai kopi, juga membakar jagung dan roti. Ini dilakukan sambil bercakap-cakap dengan peserta upacara yang melihat serta menunggu proses pembuatan minuman kopi oleh wanita penyeduh.
Tatkala biji-biji kopi yang disangrai berubah hitam dan telah mengeluarkan bau aromatic khas kopi. Kopi yang telah menghitam kemudian ditumbuk sehingga menjadi bubuk kopi. Dupa dibakar di angglo pembakaran sehingga menyebarkan aroma wangi bercampur aroma kopi yang khas.
Jebena (kendi) kemudian diisi dengan air. Selanjutnya Jebena yang terisi air ditempatkan di anglo pembakaran akar agar air mendidih, setelah air mendidih dilanjutkan dengan bubuk kopi dituangkan di dalam jebena yang berisi air panas, dan diaduk sehingga bubuk kopi merata dalam air panas di Jebena.
Gerakan yang anggun dari wanita penyeduh kopi Ethiopia mengangkat Jebena. Selanjutnya menuangkan  ke cangkir kecil sehingga terisi penuh. Putaran yang pertama, dalam tradisi Ethiophia, disebut sebagai “AWOL”, yang berasal dari bahasa Arab yang berarti “pertama” yang siap diminum.
Upacara Minum Kopi di Ethiophia hanya diikuti oleh orang Dewasa. Anak-anak hanya diberi jagung bakar serta roti. Putaran “AWOL” telah dilakukan dilanjutkan dengan putaran kedua yang dikenal dengan sebutan “TONA” yang berasal dari kata Thani dalam bahasa Arab yang berarti kedua.
Putaran ketiga menjadi bagian terakhir dari Upacara Minum Kopi. Pada putaran ini, tetua (orang yang dianggap tua) memberkati rumah dan semua orang yang hadir dalam upacara minum kopi.
Upacara Minum Kopi di Ethiophia yang sebagian besar penganut agama Kristen (Nasrani) dilakukan pada hari Minggu atau pada hari-hari yang dianggap suci. Upacara minum kopi dilakukan “ketika orang tidak berpergian bekerja”. Upacara minum kopi ini menjadi bagian yang telah menyatu dalam masyarakat Ethiopia dan menjadi daya tarik wisata bagi orang asing untuk datang ke Ethiphio dengan sambutan yang hangat dan menjadi bagian tradisi dan budaya Etiophia.

Jember. 03 Oktober 2016



[1] http://www.theabyssinian.com.au/facts/ diunduh hari Senin 03 Oktober 2016 jam 06.35 WIB.

Minggu, 02 Oktober 2016

KOPI : DIALOG DAN PERSILANGAN ANTAR PERADABAN DUNIA



Oleh
Y. Setiyo Hadi
Yayasan Sarining Alam Nusantara

Biji-biji kopi telah menjadi tanda terjadi dialog dan persilangan antar peradaban dunia sepanjang masa. Biji-biji kopi dan hasil olahan menjadi perekat dan titik temu antara berbagai peradaban dunia yang berbeda.

Warung Kopi, dengan berbagai nama yang berbeda (seperti Kafe, Cafetaria, dsb), merupakan titik pertemuan “dialog” komunikasi antar budaya atau peradaban yang berbeda-beda.
-          Komunikasi dan Dialog yang terjadi di warung beraneka topik, mulai dari yang santai sampai yang serius, menandaka adanya diskursus peradaban walaupun tanpa di arah untuk satu tujuan
-          Warung Kopi dalam ranah komunikasi memunculkan budaya keterlibatan publik atau partisipatorik
-          Hampir seluruh informasi berseliweran di warung kopi
-          Warung kopi sebagai pusat berkumpulnya masyarakat dari berbagai strata sosial

Tradisi minum kopi memunculkan mekanisme komunikasi dan dialog yang cair turut membentuk kultur dan peradaban masyarakat.

Bulir-bulir biji kopi yang mempengaruhi arah perjalanan sejarah di dunia terkait faktor ekonomi yang terdapat dalam biji-biji kopi.

TRADISI DAN BUDAYA KOPI


Oleh
Y. Setiyo Hadi
Yayasan Sarining Alam Nusantara


Minum Kopi telah menjadi tradisi dalam budaya dan peradaban global. Seluruh dunia tela mempunyai tradisi minum kopi, sehingga bisa dikatakan Tradisi dan Budaya Kopi adalah tradisi dan budaya yang menglobal. Tradisi dan Budaya Kopi terus berlangsung dari masa lalu sampai masa kini, dan akan terus berlanjut di masa depan. Tradisi dan budaya kopi ini abadi sampai dunia ini kiamat.
Komoditas kopi sebagai produk hasil sumber daya alam (sebagai bagian natural heritage) dikonsumsi oleh manusia sehingga menjadi bagian dari tradisi dan budaya manusia yang global (bagian dari cultural heritage), juga secara turun temurun menjadi floklore dari bagian warisan saujana (cultural landschap heritage).
Kopi sebagai salah satu bagian dari heritage (warisan atau pusaka) yang senantiasa diwariskan dari masa ke masa. Kopi sebagai bagian dari Heritage terkait dengan sejarah, tradisi dan nilai-nilai yang terkandung dari produk dan pemanfatan kopi oleh umat manusia yang membentuk karakte manusia dan life style (gaya hidup)[1].
Berbicara kopi sebagai tradisi dan budaya global dalam konteks heritage / warisan atau pusaka yang dianggap penting dari masa lalu yang perlu dilestarikan, maka kopi dalam dilihat dalam tiga sudut pandang, yaitu:
1.      Kopi sebagai warisan alam (natural heritage)[2]
Biji kopi yang diolah sebagai minuman atau bahan makanan lainnya berasal dari tanaman kopi. Tanaman kopi tergolong tanaman tahunan yang mampu berproduksi sampai umur 20 tahun. Kopi merupakan bagian tanaman yang tumbuh di alam ini.
Tanaman kopi memiliki banyak jenis / varian. Umumnya yang ada di pasaran ada empat jenis biji kopi, yaitu: kopi arabika, kopi robusta, kopi liberica dan kopi excelsa.
Habitat awal dari tanaman kopi berasal dari Afrika. Karena beberapa factor, kopi dari Afrika menyebar ke seluruh dunia. Di dunia, kopi dibudidayakan menyebar di Amerika Latin, Afrika serta Asia Pasifik. Tanaman kopi mampu hidup di daerah tropis dan subtropics yang mapu hidup di dataran rendah dan dataran tinggi.

2.      Kopi sebagai warisan budaya (cultural heritage)[3]
Kopi sebagai warisan budaya terkait dengan pengolahan dan pemanfaatan kopi oleh manusia sebagai subyek (pelaku) dari budaya. Tanaman kopi oleh manusia diolah, dipanen dan dimanfaatkan bijinya yang kemudian dijadikan minuman serta digunakan sebagai bahan pangan lainnya.
-          Teknologi pengelolaan tanaman kopi mulai bibit, budidaya, panen sampai didistribusikan dan dipasarkan
-          Faktor kultural dari kopi yang menentukan kualitas kopi, yaitu: jenis kopinya, habitat hidupnya, teknik budidaya, penanganan pasca panen, serta pengolahan biji.

3.      Kopi sebagai warisan saujana (cultural lanschape)[4]
-          Foklore dunia mengenai asal usul kopi : di Ethiophia dari pengembala kambin
-          View atau pandangan dari perkebunan atau areal tumbuh kopi
-          Habitat tumbuhnya kopi.

Tradisi dan budaya kopi, baik dalam sudut pandang natural heritage dan cultural heritage maupun cultural landschape, dapat dilihat dari pemanfaatannya dalam kehidupan manusia yang memuncul beraneka ragam bidang usaha terkait dengan tradisi dan budaya kopi.
Pemanfaatan kopi dalam kehidupan manusia menyangkut unsur-unsur kebudayaan universal di dalamnya. Unsur-unsur kebudayaan universal tersebut :
1.     Peralatan dan Perlengkapan Hidup (Teknologi)
2.     Mata Pencaharian Hidup dan Sistem Ekonomi
3.     Sistem Kemasyarakatan
4.     Bahasa
5.     Kesenian
6.     Sistem Pengetahuan
7.     Religi

Jember, 02 Oktober



[1] Heritage, yang diterjemahkan sebagai warisan atau pusakai memiliki pengertian sejarah, tradisi, dan nilai-nilai yang dimiliki suatu bangsa atau Negara selama bertahun-tahun dan dianggap sebagai bagian penting dari karakter bangsa tersebut. (Sumber : Kamus Oxford hal:202).
Kesepakatan global melalui UNESCO, heritage merupakan warisan masa lalu yang dilestarikan dari generasi ke generasi berdasarkan nilai-nilai luhur yang ada di dalamnya.
Peter Howard, bukunya berjudul Heritage Management Interpretation Identity, menjelaskan makna heritage sebagai segala sesuatu yang ingin diselamatkan orang, termasuk budaya material maupun alam.
Pendapat lain tentang pengertian heritage berasal dari Hall & McArther (1996:5) dalam bukunya heritage Management yang mengartikan heritage sebagai warisan budaya dapat berupa kebendaan (tangible) seperti monument, arsitektur bangunan, tempat peribadatan, peralatan, kerajinan tangan, dan warisan budaya yang tidak berwujud kebendaan (intangible) berupa berbagi atribut kelompok atau masyarakat, seperti cara hidup, folklore, norma dan tata nilai.

[2] Natural heritage mengacu pada sejumlah bagian dari biodiversity, yangtermasuk didalamnya flora, fauna dan ekosistem, bersama dengan gabungan dari formasi dan struktur geologi (geodiversity). Merupakan warisan yang diwariskan dari generasi masa lalu, dipertahankan di masa sekarang, dan diberikan kepada generasi mendatang. Istilah “natural heritage” (“warisan alam) berasal dari “natural inheritance” (“alam yang diwariskan), sebelumnya menggunakan istilah “biodiversity” (“keanekaragaman hayati”) yang terkait dengan usaha konservasi.
[3] Warisan Budaya atau cultural heritage merupakan hasil cipta, rasa, karsa dan karya yang istimewa dari masyarakat manusia. Warisan budaya meliputi yang berwujud (tangible) dan tidak berwujud (intangible). Warisan budaya yang berwujud antara lain bangunan kuno, rumah adat, dan sebagainya. Warisan budaya merupa
[4] Warisan saujana atau cultural landscape melihat hubungan budaya dengan alam sebagai suatu hal yang komplek dari identitas yang berwujud dan tidak berwujud. Warisan saujana meliputi bentang alam yang telah diolah dan atau dimanfaatkan manusia, serta berbagai hal yang terkandung dan muncul dalam bentang alam tersebut yang antara lain berupa cerita rakyat, tarian, kuliner, music tradisional, etos kerja di dalamnya, dan sebagainya yang tersimpan dan terpelihara dalam kenanggan manusia.
Warisan Saujana atau cultural landschap heritage berdasarkan pengertian The World Heritage Committee mendefiniskan sebagai “sifat budaya yang mewakili gabungan dari karya manusia dan alam” yang meliputi: bentang alam (landschape) yang dirancang dan dibuat dengan sengaja oleh manusia, bentang alam yang secara organic berevolusi (berubah secara berlahan), serta bentang alam yang dinilai karena terikat dengan factor keagaman, kesenian maupun budaya yang bersatu dengan unsur alam.

Senin, 12 September 2016

GUDANG SENG (GUDANG PENGEPAKAN TEMBAKAU)



Gudang Seng, begitu orang umum menyebut, berada di Jalan Gajah Mada dalam deretan komplek kantor dan gudang yang dimiliki oleh PTPN XII. Disebut sebagai Gudang Seng karena total atap dari komplek gudang tersebut terbuat dari rangkaian seng. Gudang Seng ini semula merupakan afpakschuur atau gudang pengepakan tembakau yang digunakan perusahaan perkebunan Landbouw Maatschapij Oud Djember sekitar tahun 1897 bersamaan dengan pembangunan jalur rel kereta api Probolinggo – Klakah – Jember – Panarukan.
Foto lama tentang Gudang Seng merupakan bagian dari galeri foto yang terdapat dalam buku Landbouw Maatschapij Oud Djember 1859 – 1909. Sedangkan perbandingannya adalah dua foto dari Gudang Seng yang difoto oleh penulis artikel ini pada hari Minggu tanggal 11 September 2016 saat penulis melintas melalui jalan menuju pulang ke Kencong.
Keberadaan Gudang Seng ini sesungguhnya merupakan “monument” yang menceritakan tentang kejayaan tembakau tatkala diusahakan oleh perusahaan perkebunan Landbouw Maatschapij Oud Djember (LMOD) yang menyandang nama Oud Djember (Jember Lama). Penanaman tembakau tahunan yang dilakukan Oud Djember (begitu dunia menyebut perusahaan perkebunan LMOD) memiliki satu hamparan 8000 sampai 9000 bau (sekitar 6000 HA).
Pekerja dari Oud Djember meliputi pekebun (planter) dan jajaran administrasi perusahaan yang dipimpin oleh hoofadministratie alias kepala administrasi. Jumlah pekebun yang dimiliki Oud Djember sampai tahun 35.000 pekebun. Perusahaan Oud Djember dipimpin satu hoofdadministratie (kepala administrasi), yang dibagi menjadi lima administrasi tembakau dan tiga administrasi kopi.
Dampak dari keberadaan perusahaan perkebunan, seperti Oud Djember ini, menumbuh kembangkan para tukang, pembakaran genteng, pembakaran batu kapur, dan dusun baru sekitarnya di daerah terpencil (desa). Peningkatan penghasilan para penduduk berasal dari pembuatan kerajinan welit (bahan atap), atau dengan penebangan dan pengangkutan kayu bakar, dan bahan bangunan.  Serta, di luar musim panen ditemukan pekerjaan konstruksi dan pemeliharaan tempat pengeringan. Hampir di seluruh Jawa di temukan hewan ternak, yang tidak hanya diperlukan untuk kerja lapangan, tetapi juga berperan besar dan penting bagi transportasi.


Penulis: Y. Setiyo Hadi

Jember, 12 September 2016

Minggu, 11 September 2016

TEMUAN GERABAH BERSEJARAH DI JEMBER





Temuan Gerabah Di Jember
Kabupaten Jember memiliki penyebaran temuan gerabah bersejarah yang merata di seluruh wilayah kabupaten ini. Umumnya temuan gerabah bersejarah di Jember berasal dari masa Klasik atau Kerajaan Majapahit – Blambangan. Misalnya: kumpulan gerabah yang ditemukan di Panggulmelati Desa Mayangan Gumukmas, Jember Selatan.
Jember bagian selatan, dalam serat Pararaton maupun Negarakretagama / Desawanana yang berasal dari masa Majapahit telah tercatat sebagai wilayah yang pernah terjadi perang (Perang Sadeng) serta menjadi jalur perjalanan kunjungan resmi dari Raja Hayam Wuruk. Terdapat titik temu antara keterangan dari kitab kuno bersejarah dengan temuan-temuan arkeologis untuk menjelaskan adanya kehidupan di wilayah Kabupaten Jember jauh sebelum datangnya kolonialisme Belanda di wilayah ini.
Temuan gerabah bersejarah di Jember bagian Selatan ditemukan bersama dengan dengan situs-situs primer (yaitu situs-situs yang baru ketahuan keberadaannya setelah digali). Misalnya di desa Mayangan Kecamatan Gumumukmas yang terkait dengan keberadaan Candi Deres (Tjandi Retjo) yang berada di Desa Purwoasri Kecamatan Gumukmas.

Sekilas Sejarah Dan Potensi Gerabah
Nama Gerabah digunakan untuk benda atau barang pecah belah yang bahan bakunya dari tanah liat yang dibuat melalui proses pembakaran. Istilah gerabah ini dibedakan dengan tembikar, serta istilah gerabah untuk menunjukkan keramik lokal sehingga memberdakan dengan istilah keramik asing.
Gerabah merupakan produk / hasil kebudayaan yang universal. Gerabah sudah dikenal pada masa neolithikum ( sekitar 10.000 tahun Sebelum Masehi) di daratan Eropa serta pada akhir Paleotikum (sekitar 25.000 tahun Sebelum Masehi) di wilayah Timur dekat. Gerabah ditemukan di mana-mana.
Penemuan gerabah setelah terjadinya “revolusi api” (ditemukan penggunaan api dalam membantu kehidupan manusia), karena pembuatan gerabah membutuhkan api sebagai pembakar campuran tanah liat dan air. Keberadaan tanah, air, api serta udara dalam pembuatan gerabah ada di mana-mana di seluruh belahan dunia.
Sudut pandang melihat gerabah sebagai produk kebudayaan bisa digunakan untuk menggambarkan berbagai aspek dari kehidupan manusia. Ditemukan berbagai gerabah dalam bidang arkeologis dan sejarah bermanfaat sebagai panduan yang menunjukkan berbagai dinamika dan karakter kebudayaan yang beraneka ragam, serta bisa digunakan sebagai alat penghubung antar kebudayaan.
Temuan berbagai produk gerabah di situs Kendeng Lembu (timur Jember) yang lakukan Heekeren tahun 1941 dan Soejono tahun 1969 memperlihatkan adanya kehidupan manusia yang senantiasa terikat antara hubungan sosial-ekonomi dengan kegiatan ritual.

Penulis : Y. Setiyo Hadi
Jember, 11 September 2016

STORY LINE BOEMI POEGER (LANDSCHAP EN REGENTSCHAP POEGER) : Wilayah Sejarah Kabupaten Bondowoso dan Kabupaten Jember Propinsi Jawa Timur – Indonesia

  Story Line BOEMI POEGER (LANDSCHAP EN REGENTSCHAP POEGER) : Wilayah Sejarah Kabupaten Bondowoso dan Kabupaten Jember Propinsi Jawa Timur –...