Sabtu, 30 Juni 2012

TERNYATA PAK RADEN ORANG PUGER

Informasi di bawah ini menunjukkan bahwa "Pak Raden" dalam Unyil berasal dari Puger, Kabupaten Jember

Animasi dari Tangan Suyadi

5 01 2008
Pak Suyadi“Tak ada seorang wanita pun yang mau jadi istri saya,” kata seorang lelaki berusia 48 tahun. Karena itu, katanya, hingga sekarang ia tetap membujang. Ia dilahirkan di Puger, sebelah selatan Jember. Sejumlah rambut di kepalanya sudah memutih.
Namanya Suyadi. Lulusan Seni Rupa ITB tahun 1960. Kini ia termasuk salah satu animator yang masih sangat langka di Indonesia.
Animator adalah penggambar untuk film animasi. Jenis film ini berbeda dengan film biasa. karena obyeknya bukan dipotret, tapi digambar. Pada tahap pertama setiap gerak dari seluruh rangkaian cerita digambar oleh animator di atas kertas-kertas gambar biasa. Kemudian gambar-gambar tadi dipindahkan ke seluloid.
Pada tahap kedua, hanya garis tepi gambar saja yang dipindahkan. Bidang kosong pada gambar diisi warna. Kemudian diberi latar belakang. Setelah itu baru dipotret.
Banyak sekali gambar diperlukan. Untuk satu detik gerakan gambar dalam film, diperlukan 24 buah gambar (frame). “Bayangkan berapa gambar diperlukan untuk masa putar 5 menit,” kata Suyadi. Karena itu untuk film dengan masa putar satu detik saja diperlukan waktu sekitar sebulan untuk menggarapnya.
“Jadi ini memang kerja kolektip,” kata Suyadi lebih lanjut. Karena itu ia juga memakai beberapa pembantu, misalnya untuk mewarnai, memindahkan ke celuloid. Tapi dalam animasi modern, untuk satu detik cukup 12 gambar – karena setiap gambar diulang sekali. Tapi hasilnya tidak akan sehalus bila dengan 24 gambar.
Suyadi menjadi animator penuh sejak 1974. Sebelumnya ia pernah terlibat sebagai art director untuk 5 buah film (Lampu Merah, 1969; Pemburu Mayat, 1970; Kabut di Kintamani, 1971; Cobra, 1977). Tapi karir tersebut tidak dilanjutkannya. “Pekerjaan itu juga menuntut kreativitas, tapi saya kurang sreg. Karena saya juga harus memperhatikan kostum dan make-up pemain. Padahal saya ini kan tukang gambar,” katanya. “Jadi, jadi animator inilah sesungguhnya profesi saya.”
la menggambar sejak masih mahasiswa dengan membuat ilustrasi cerita anak-anak. Buku anak-anak yang sempat digarapnya antara lain Joko Kendil, Made dan 4 Teman, Istana di Bukit Karang, Kisah Fantasi H.C. Anderssen (6 jilid), Gua Terlarang, Iwan Jalan kaki ke Sekolah dan Kebakaran di Gang Sembrono. Semua buku tersebut diterbitkan PT Djambatan.
Ilustrasi buku Gua Terlarang kemudian dinilai sebagai ilustrasi terbaik untuk buku anak-anak pada Tahun Buku Internasional 1972. Sedangkan buku Made dan 4 Temannya, oleh IKAPI dinilai sebagai buku yang terbaik dari segi perwajahan untuk 1979.
Di samping membuat ilustrasi, Suyadi juga mengarang cerita. Sudah 2 buku yang dikarangnya sendiri: Pedagang Pici Kecurian dan Seribu Kucing Untuk Kakak. Keduanya juga diterbitkan Penerbit Djambatan.
Berapa besar penghasilannya sebagai ilustrator? Menurut Suyadi imbalannya didapat dengan sistem royalty – biasanya 10% dari harga buku. Buku anak-anak umumnya dicetak hanya 5 ribu eksemplar dengan harga paling mahal Rp 350 per buah. “Jadi hasilnya, yah, . . . tidak seberapa, ” kata bujang tua itu dengan tenang. Tetapi kalau salah satu buku ketiban Inpres misalnya, berarti ia dapat rezeki besar. Seperti bukunya yang berjudul Gua Terlarang. “Untuk buku itu saya dapat sekitar Rp 200 ribu,” ujarnya – karena dicetak sampai 22.000 eksemplar.
Dengan sederhana diakuinya bahwa ia bukan orang yang mempersetan kepentingan publik dengan dalih mempertahankan nilai seni. Karena itu, misalnya, setiap kali selesai menggambar kalau merasa ragu, ia tak segan-segan menunjukkan hasilnya kepada anak tetangga. “Seandainya anak itu menganggap gambar itu orang lagi sedih, padahal yang saya maksudkan orang lagi ngelamun, maka gambar itu akan saya ganti,” katanya. “Jadi saya ini bukan seperti seniman besar, yang tidak mempersoalkan konsumen mengerti atau tidak.”
Suyadi dan Anak-anak
Suyadi sebagai Pak Raden dan anak-anak
KB & Pemilu
llustrasi yang dibuatnya kebanyakan ditujukan pada anak-anak yang berpendidikan SD. Untuk mendapatkan hasil yang kira-kira akan dapat dinikmati oleh rata-rata mereka, ia juga sering memilih anak yang kecerdasannya sedang untuk menguji gambarnya. “Kalau anak itu tidak bisa mengerti cerita hanya dengan melihat gambar, itu artinya saya gagal,” tambah Suyadi.
Antara tahun 1961-1964, Suyadi dapat kesempatan belajar di 2 studio di Prancis, yaitu di Les Cineastes Associes khusus mempelajari iklan, dan di Les Films Martin-Boschet selama 3 tahun. Pengalamannya di Prancis itu tentu saja amat berguna, karena ia juga kemudian sempat membuat film animasi untuk iklan. Di antaranya iklan obat jerawat. Dari iklan yang hanya 25 detik itu ia dapat Rp 350 ribu untuk 15 detik pertama. Kemudian Rp 150 ribu untuk tiap 10 detik berikutnya. “Ongkos prosesing, sewa studio dan lain-lainnya ditanggung pemesan,” katanya dengan sedlklt bangga.
Dari segi penghasilan menjadi animator memang lebih basah dari ilustrator. Barangkali ini sebagian alasan sehingga kemudian Suyadi memantapkan diri sebagai animator. Sampai sekarang ia sudah menghasilkan beberapa buah film. Antara lain Yang Banyak Jangan Anak sebuah film tentang KB – dan Menantang Alam – film tentang banjir. Kedua film tersebut disponsori Departemen Penerangan.
Pada 1977, ia juga mengerjakan 5 buah film yang disponsori Lembaga Pemilihan Umum. Tiga film kartun, sebuah film boneka dan satu film wayang kulit. “Kelimanya bercerita tentang apa-apa yang perlu diperhatikan sewaktu pemilu,” katanya. Semuanya kemudian disiarkan TVRI dalam minggu tenang. Untuk masing-masing film ia dapat setengah juta. “Pokoknya bisa hidup layak. Yang sulit kalau lagi tidak ada proyek,” kata lelaki itu menceritakan pekerjaannya.
Baginya untuk menjadi animator yang baik, harus lebih dulu menjadi ilustrator yang baik. Perbedaannya hanya kalau ilustrator hanya membuat sebuah gambar yang statis namun dapat menggambarkan seluruh cerita, animator harus membuat banyak gambar mencakup semua gerak secara terperinci. “Tapi keduanya bercerita dan menggambar.” ujarnya.
Animator kita ini punya sederetan kesenangan. Pertama-tama ia cinta anak-anak. Doyan nonton film kartun. Setiap pukul 5.15 ia pasti duduk di depan pesawat tv menyaksikan film kartun untuk anak-anak. Ia juga suka mendalang. Binatang favoritnya adalah kucing.
Pada suatu hari ketika masih mengerjakan animasi untuk film Pemilu ia sempat digoda binatang kesayangannya itu. Waktu itu segalanya sudah mepet, meskipun semua gambar sudah diwarnai. Kemudian seluloid dijejerkan satu per satu supaya cepat kering. Suyadi kemudian istirahat, tidur.
“Paginya ketika bangun, gambar sudah penuh dengan telapak kucing,” katanya sambil tertawa, “Ya saya tidak bisa marah sebab itu binatang kesayangan saya. Saya hanya bisa marah kepada diri sendiri mengapa tidak punya tempat yang bisa dikunci.” Akibatnya seluruh proses pembuatan gambar harus diulang dari awal.
Kali lain, seluloid yang sudah dikeringkan dalam rumah, basah kembali karena hujan. “Ya saya marah lagi pada diri sendiri, kenapa tidak menyewa rumah yang tidak bocor,” kata bujangan itu sambil tersenyum. Apakah ini berarti hidup seorang animator masih rawan? Sebetulnya kalau lagi ada proyek, lumayan hasilnya,” jawab Suyadi terus-terang.
Untuk mendapat obyekan secara kontinyu, ia pernah pasang iklan, tapi ternyata tidak ada yang datang. Sekarang ia tetap bekerja berdasarkan informasi kawan-kawannya saja.
Kini Suyadi sedang menggarap film boneka untuk serial tv. Judulnya Si Unyil, bekerjasama dengan PFN. Diperkirakan akan disiarkan tahun depan, sekali seminggu untuk 10 menit. Seluruh biaya hanya Rp 4 juta. Ia tak mau menjelaskan berapa bagiannya. “Jangan ah, filmnya belum selesai,” kilahnya. “Tukang gambar adalah koki – yang perlu itu bukan orangnya, tapi masakannya.
Sumber: Majalah “Tempo” No. 32 Thn. X 4 Oktober 1980, hal. 28-29

Kamis, 28 Juni 2012

KATA PENGANTAR CAMAT KENCONG UNTUK BUKU MENJADI KOTA




Perkembangan wilayah dari masa ke masa menjadi latar belakang dari profil suatu wilayah. Profil memperlihatkan proses dan potensi yang terjadi dan ada dalam suatu wilayah.
“MENJADI KOTA: Perkembangan Awal Kencong Sebagai Kota” memperlihatkan sejarah awal dari keberadaan wilayah dan masyarakat di Kencong sekitarnya. Hasil kajian ini menunjukkan bahwa wilayah Kencong menyimpan banyak “warisan budaya” yang belum banyak digali, bahkan belum terpikirkan untuk adanya pengembangan.
Apresiasi dan dukungan perlu diberikan terhadap berbagai upaya positif dalam menggali dan  mengembangkan potensi sejarah-budaya di suatu wilayah, termasu Kencong. Bentuk dukungan di antaranya mefasilitasi berbagai upaya pengkajian dan penggalian sejarah-budaya yang mempunyai nilai positif bagi pengembangan ilmu pengetahuan, sejarah, budaya dan pendidikan bangsa.
Berdasar informasi dari penulis, proses penulisan sejarah Kencong dimulai atas dukungan Bapak Soegiyo dan Bapak M. Yusuf yang keduanya pernah menjabat sebagai Camat Kencong sebelum ini. Artinya, hamper lima tahun dengan keberbatasan dana proses penulisan Sejarah Kencong ini dilakukan.
Ketekunan penulis menggali sumber sejarah yang sebagian berbahasa asing (Belanda,Inggris dan Jerman) melahirkan buku “MENJADI KOTA: Perkembangan Awal Kencong Sebagai Kota” diharapkan memotivasi yang lainnya untuk menggali dan menggali terus potensi sejarah-budaya wilayah Kencong.
Ir. H. SUJONO
Pembina
NIP 19630629 198303 1 006

Kamis, 21 Juni 2012

Bangunan Kuno Di Kencong Nan Merana: Siapa Peduli?


Bangunan Kuno Di Kencong Nan Merana: Siapa Peduli?

KENCONG KOTA LAMA


Gedung Tak Yang Tak Terurus
 
Sedikitnya ada empat (4) bukti sejarah yang menjadi acuan awal tentang keberadaan wilayah Kencong pada abad ke-19 dan awal abad ke-20. Keempat bukti sejarah ini yang menjadi dasar revisi total dari penulisan sebelumnya, serta keempat bukti tersebut berasal dari khasanah arsip kolonial Belanda.
Pertama, artikel ditulis oleh J. Hageman Jcz yang berjudul “Over De Nijverheid In Zuidoostelijk Java” dalam Tijdschrift Voor Nijverheid En Landbouw In Nederlandsch Indie, Deel VIII, Batavia: W. Ogilvie, tahun 1862 (halaman 27 saMPAI 66. KENTJONG, ejaan lama dari Kencong, merupakan bagian Poeger yang menjadi perbatasan Poeger dengan Loemadjang di bagian Barat.
Sumber penulisan dari J Hageman ini, selain perjalanannya dia sendiri, juga mengambil referensi dari penulis-penulis sebelumnya di antaranya Junghuhn, Zollinger, dan Bosch serta Horsfield. Hageman menyebut Kencong sebagai bagian Poeger dengan penjelasan tentang sumber daya alam yang ada di dalamny, serta ditemukan informasi tentang referensi dari penulis yang menyebut nama Kencong sebelum Hageman, yaitu: Junghuhn.
Kedua, tulisan Frans Junghuhn dalam bukunya yang berjudul “Java Seine Gestalt, Pflanzendecke Un Innere Bauart Von Frans Junghuhn Mach Der Zweiten, Verbesserten Auflage Des Hollandschen Orginal” (diterbitkan Leipzig: Arnoldische Buchhandlung, 1854). Frank Junghuhn, naturalis (ahli ilmu alam) dari Jerma, pada tahun 1844 melakukan perjalanan ke Poeger, Djember dan Bondowoso serta Lumajang dengan mengungkapkan kondisi alam wilayah ini serta sumber daya alam yang ada di dalamnya.
Upaya menemukan tulisan Junghuhn didasarkan dari informasi yang digunakan oleh Hageman dalam artikelnya di atas. Junghuhn berkunjung ke Kencong pada tanggal 17 October 1844 dengan meyebut Kencong sebagai Kindjung. Posisi Kencong saat Junghuhn berkunjung disebutkan sebagai Post Kindjung.
Ketiga, dua peta dalam buku kumpulan peta Menvill yang diterbitkan pada tahun 1856, yaitu: Peta Residentie Bezoeki dan Peta Residentie Probolinggo. Peta Residentie Besoeki menunjukkan dengan jelas posisi Kencong dengan nama KENTJANG yang dapat ditempuh dari Jossowilanggun (Lamadjang), ke timur ditemukan nama KETTING, KENTJANG, MENAMPOE sampai Poeger.
Posisi Kencong sebagai pos di masaKolonial Belanda, tahun 1844, menunjukkan telah adanya sarana yang sangat penting bagi perkembangan ekonomi, sosial dan politik di wilayah yang menjadi pos. Selain itu juga telah terjadi perkembangan sarana transportasi, bidang administrasi pemerintahan dan mobilitas sosial[1].
Peta kedua tentang Residentie Probolinggo menunjukkan bahwa Desa Cakru / Tjakroe (termasuk Paseban) adalah bagian dari Afdelling Lamadjang sebelum Kali Bondoyudo (dalam peta disebut River Djantung) di“bedah” menuju Pantai Selatan. Artinya sebagian wilayah Kencong sekarang, yang sekarang masuk wilayah administrasi Kabupaten Jember, pada awal abad ke-19 atau sebelumnya menjadi bagian Kabupaten Lamadjang (yaitu Cakru dan Paseban).
Keempat, buku Van Westersch Grootbedrijf, Overdruk eener serie artikelen uit het “Soerabaiasch Handelsblad” van 30, 31 Mei, 1, 2 en 3 Juni 1927 yang berisikan sebagian dari laporan hasil pembangunan empat (4) suiker fabriek (pabrik gula), yaitu: Jatiroto, Semboro, Goenoengsari (di Kencong) dan Bedadung. Dalam buku ini terdapat peta yang membagi Kencong menjadi dua yaitu gebied Kentjong Oost (wilayah Kencong Timur) dan gebied Kentjong West (wilayah Kencong Barat).
Buku tersebut juga menyajikan foto perkembangan pembangunan Suiker Fabriek Goenoeng Sari yang terdapat di wilayah Kencong. Foto pertama menggambarkan Suiker Fabriek Goenoengsari In October 1926, kemudian foto kedua menggambarkan De Fabriek Goenoengsari Eind April 1927.
Pendirian pabrik gula (suiker fabriek) Goenoengsari di Kencong mengukuhkan Kencong sebagai kota. Pendirian pabrik gula Goenoengsari di Kencong tidaklah dilakukan secara serta merta begitu saja, namun melalui proses  kajian secara detil efektifitas dan efisiensi pada masanya.


[1] Pengaruh dibangunnya Jalan Raya Pos Anyer Penarukan di Pantai Utara pada masa Deandels 1808 – 1811 sebagai awal terbukanya akses ke pedalaman Jawa, daerah Besoeki – Jember – Poeger termasuk Kencong sebagai penghasil sumber daya alam yang dibutuhkan pihak kolonial. Lihat Sartono Kartodirdjo, Pengantar Sejarah Indonesia Baru 1500 – 1900 Dari Emporium Sampai Imperium Jilid 1, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1992, hal 291 -292.

Rabu, 20 Juni 2012

PERKEMBANGAN AWAL KENCONG SEBAGAI KOTA

Harga Rp. 50.000,-
Hubungi Bagian Pemasaran Yopi Hp. 081559560628 (sms pesanan =nama(alamat)(no Hp)(jumlah))

Selasa, 19 Juni 2012

MEMPROMOSIKAN KOTA KENCONG

Lokasi Eks PG Goenoeng Sari di Kencong (Koleksi: UKM Kesenian UNEJ)

Banyak cara mempromosikan suatu wilayah, dalam hal ini Kota / Wilayah Kencong. Misalkan saja melalui event seni, budaya, pariwisata, olah raga dan kuliner. 

Hal yang terpenting sebelum melakukan promosi Kota Kencong adalah mengetahui hal yang menarik apa yang menjadi keunikan dan ciri khas dari Kota / Wilayah Kencong sehingga menjadi daya tarik untuk dikunjungi.

Setiap wilayah, sekecil atau terpencil suatu wilayah, pasti mempunyai keunikan dan ciri khas yang menjadi daya tarik orang untuk berkunjung atau berinventasi di daerah itu. Intinya adalah pengembangan suatu wilayah sehingga terwujudnya kesejahteraan bersama bagi warganya.

Dalam konteks itulah, maka perlu dilakukan langkah-langkah konkret untuk mengembangkanspotensi kota Kencong. Perlu sinergesitas antara semua stake holders; Pemerintah Kabupaten Jember, DPRD, serta sektor swasta dan elemen-elemen masyarakat dalam mengembangkan wilayah / kota Kencong agar menjadi wilayah pariwisata yang potensial .

Langkah awal dari pengembangan potensi wilayah / kota Kencong adalah melakukan identifikasi dan inventarisasi berbagai potensi dan aset berbagai bidang kehidupan sehingga dapat menemukan keunikan dan ciri khas dari budaya dan masyarakat Kencong. Ini merupakan modal utama dalam mempromosikan Kota Kencong sebagai tempat kunjungan dan tempat berinventasi yang potensial

Senin, 18 Juni 2012

Menggagas KENCONG CULTURAL FESTIVAL (KCF) Sebagai Ajang Silahturahmi Warga Kencong

Ide "KENCONG CULTURAL FESTIVAL" (KCF) atau Festival Budaya Kencong memang agak terdengar aneh. Tingkat kecamatan mau mengadakan suatu festival budaya, apa manfaatnya? atau apa mungkin dilaksanakan? Pertanyaan ini pasti muncul saat ide ini digulirkan.

Perlu diketahui, bahwa Kencong sebagai kota kecamatan di Kabupaten Jember ternyata memiliki sejarah yang lebih gamblang dan jelas dibandingkan tentang Jember sebagai kabupaten. Selain itu, masyarakat Kencong merupakan masyarakat yang multikultural. Berbagai suku dan bangsa terdapat di kota ini.

Tujuan dari Kencong Cultural Festival ini menjadi ajang silahturahmi bagi warga Kencong. Ada beberapa katagori warga Kencong (yang juga meliputi Kecamatan Jombang yang sebelum tahun 1995 menjadi bagian kecamatan Kencong, yaitu:
1. Warga yang tinggal dan hidup di Kencong
2. Warga yang lahir dan dibesarkan di Kencong dan bekerja di luar Kencong (baik itu di luar negeri)
3. Warga yang mempunyai keterikatan batin dan emosional dengan wilayah Kencong.

Untuk mengawali ide KCF ini di adakan BEDAH BUKU "MENJADI KOTA" - PAMERAN FOTO SEJARAH - KIRAB SEPEDA ONTHEL pada tangga 16 - 18 Juli 2012 di aula Kantor Kecamatan Kencong. Kegiatan ini merupakan bagian dari rangkaian Peringatan HUT RI ke-67 yang diadakan Taman Baca Budaya (TBB) SALAM yang bekerjasama dengan Panitia Peringatan Hari Besar (PHBN) Kecamatan Kencong.
(Y. Setiyo Hadi 18 06 2012)

Bangunan Kuno Di Kencong Bisa Dijadikan Cagar Budaya

Kota Kencong (sebagai ibukota Kecamatan Kencong Kabupaten Jember - Jawa Timur) memiliki warisan masa lalu yang banyak diabaikan keberadaannya. Warisan masa lalu berupa bangunan kuno, terutama yang berasal dari masa kolonial Belanda.

Umur bangunan-bangunan kuno di Kota Kencong warisan kolonial rata-rata berumur lebih dari lima puluh (50 tahun). Bangunan-bangunan kuno dapat di katagorikan sebagai cagar budaya, karena merupakan kekayaan bangsa sebagai wujud pemikiran dan perilaku kehidupan manusia yang penting artinya bagi pemahaman dan pengembangan sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara sehingga perlu dilestarikan dan dikelola secara tepat melalui upaya perlindungan, pengembangan, dan pemanfaatan dalam rangka memajukan kebudayaan nasional untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Kriteria Cagar budaya berdasarkan Undang-Undang No. 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya pada Bab III Kriteria Cagar Budaya pasal 5 menyebutkan benda, bangunan atau struktur dapat diusulkan sebagai Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, atau Struktur Cagar Budaya apabila memenuhi kriteria:
a. berusia 50 (lima puluh) tahun atau lebih;
b. mewakili masa gaya paling singkat berusia 50 (lima puluh) tahun;
c. memiliki arti khusus bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan / atau kebudayaan; dan
d. memiliki nilai budaya bagi penguatan kepribadian bangsa.

Berdasarkan kriteria di atas ada beberapa bangunan kuno di Kota Kencong yang dapat diusulkan sebagai Cagar Budaya. Bangunan-bangunan tersebut antara lain:
a. Komplek Perumahan PG Goenoengsari
b. Kantor Kecamatan dan Kantor Polsek Kencong
c. Gedung Bioskop Kirana
d. Gedung Pertemuan Tribhakti
c. Stasiun Kereta Api Kencong.
(Y. Setiyo Hadi 18 06 2012)

Minggu, 17 Juni 2012

KOTA KENCONG adalah Ibukota Kecamatan Kencong, Kabupaten Jember, Propinsi Jawa Timur. Masyarakat di Kencong dapat digolongkan sebagai masyarakat yang multikultural, karena wilayah Kencong merupakan wilayah yang terbuka bagi semua suku bangsa dari berbagai belahan dunia, tidak ada satupun yang dapat mengklaim sebagai warga asli Kencong.

STORY LINE BOEMI POEGER (LANDSCHAP EN REGENTSCHAP POEGER) : Wilayah Sejarah Kabupaten Bondowoso dan Kabupaten Jember Propinsi Jawa Timur – Indonesia

  Story Line BOEMI POEGER (LANDSCHAP EN REGENTSCHAP POEGER) : Wilayah Sejarah Kabupaten Bondowoso dan Kabupaten Jember Propinsi Jawa Timur –...