Oleh
Y. Setiyo Hadi
Perjalanan
sejarah biji-biji tanaman kopi memperlihatkan
terkait baik antara respon manusia (budaya / culture) dengan kondisi
alam sehingga terwujudnya landscape (bentang alam) yang dipengaruhi oleh cipta
karya rasa manusia, ataupun sebaliknya.
Upacara
Minum Kopi (The Coffee Drinking Ceremony) yang dilakukan para wanita di
Abysiana / Ethiophia[1].
Upacara Minum Kopi ala Abysinia / Ethiopia dilakukan dengan menyebar rumput di
lantai sebagai tempat pelaksanaan upacara minum kopi.
Upacara
Minum Kopi tersebut dilakukan secara tradisional yang berlangsung di lantai
rumah. Lantai disebar rumput wangi, juga tidak jarang juga menyebarkan bunga di
atas rumput untuk menarik perhatian.
Orang
yang ikut upacara minum kopi mengambil tempat duduk di sekitar hamparan rumput
dan mengelilingi perlengkapan upacara. Wanita penyeduh kopi duduk di tengah
dengan duduk di bangku serta mengenakan gaun berwarna putih ala Ethiopia dengan
aneka warna, anyaman, serta dekoratif.
Peralatan
upacara minum kopi ala Ethiophia antara
lain teko yang terbuat dari tanah liat hitam, yang dikenal dengan nama Jebena. Jebena berbentuk bulat di
bagian bawah yang berbentuk seperti kendi yang terdapat di Jawa. Cangkir cina
disusun berbaris bersama dengan tempat gula di atas nampan yang diletakan pada
meja kecil. Anglo tanah liat sebagai tempat arang. Kopi disangrai, yang
selanjut diseduh. Juga ada tempat membakar dupa untuk mewangikan ruangan.
Wanita
penyeduh memimpin upacara menyangrai kopi, juga membakar jagung dan roti. Ini
dilakukan sambil bercakap-cakap dengan peserta upacara yang melihat serta
menunggu proses pembuatan minuman kopi oleh wanita penyeduh.
Tatkala
biji-biji kopi yang disangrai berubah hitam dan telah mengeluarkan bau aromatic
khas kopi. Kopi yang telah menghitam kemudian ditumbuk sehingga menjadi bubuk
kopi. Dupa dibakar di angglo pembakaran sehingga menyebarkan aroma wangi
bercampur aroma kopi yang khas.
Jebena
(kendi) kemudian diisi dengan air. Selanjutnya Jebena yang terisi air
ditempatkan di anglo pembakaran akar agar air mendidih, setelah air mendidih dilanjutkan
dengan bubuk kopi dituangkan di dalam jebena yang berisi air panas, dan diaduk
sehingga bubuk kopi merata dalam air panas di Jebena.
Gerakan
yang anggun dari wanita penyeduh kopi Ethiopia mengangkat Jebena. Selanjutnya
menuangkan ke cangkir kecil sehingga
terisi penuh. Putaran yang pertama, dalam tradisi Ethiophia, disebut sebagai “AWOL”,
yang berasal dari bahasa Arab yang berarti “pertama” yang siap diminum.
Upacara
Minum Kopi di Ethiophia hanya diikuti oleh orang Dewasa. Anak-anak hanya diberi
jagung bakar serta roti. Putaran “AWOL” telah dilakukan dilanjutkan dengan
putaran kedua yang dikenal dengan sebutan “TONA” yang berasal dari kata Thani
dalam bahasa Arab yang berarti kedua.
Putaran
ketiga menjadi bagian terakhir dari Upacara Minum Kopi. Pada putaran ini, tetua
(orang yang dianggap tua) memberkati rumah dan semua orang yang hadir dalam
upacara minum kopi.
Upacara
Minum Kopi di Ethiophia yang sebagian besar penganut agama Kristen (Nasrani)
dilakukan pada hari Minggu atau pada hari-hari yang dianggap suci. Upacara
minum kopi dilakukan “ketika orang tidak berpergian bekerja”. Upacara minum
kopi ini menjadi bagian yang telah menyatu dalam masyarakat Ethiopia dan
menjadi daya tarik wisata bagi orang asing untuk datang ke Ethiphio dengan
sambutan yang hangat dan menjadi bagian tradisi dan budaya Etiophia.
Jember.
03 Oktober 2016